UMKM membutuhkan proteksi lewat regulasi bea masuk impor di satu sisi, dan pendampingan untuk bisa meningkatkan standar kualitas agar berdaya saing.
Pasar dunia maya (e-commerce) diduga menjadi pintu masuk deras produk impor ke Indonesia. Konsumen banyak yang memilih produk impor karena pertimbangan harga. Dengan kualitas yang sama, bahkan beberapa produk lebih baik, harga produk impor jauh lebih murah ketimbang produk lokal.
Hasil analisis Lembaga riset RedSeer, menyebutkan nilai transaksi pasar dunia maya Indonesia mencapai US$67,4 miliar pada 2021. Pada 2022, nilai transaksi diproyeksikan menjadi US$86 miliar. Selanjutnya, nilai tersebut meningkat menjadi US$104 miliar pada 2023, dan US$121 miliar pada 2024. Sayangnya, merujuk data Kementerian Perdagangan, nilai transaksi produk lokal di pasar dunia maya baru mencapai 10% saja.
Anggota Komisi VI DPR, Amin Ak menilai, persoalan daya saing produk lokal menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Rendahnya efisiensi usaha baik skala kecil, menengah, hingga industri besar menjadi faktor penting mahalnya harga produk lokal, selain biaya logistik yang juga tinggi.
Salah satu metode untuk mengukur tingkat efisiensi usaha atau investasi adalah incremental output ratio (Icor). Semakin tinggi nilai Icor, maka investasi atau industri semakin tidak efisien. Merujuk data Bappenas, tahun 2021, Icor Indonesia mencapai 8,16. Artikel selengkapnya dapat anda baca di Majalah Sains Indonesia edisi Agustus 2022